Translate

Kamis, 13 Juni 2013

Mengepaklah

Sesiapa saja terdekatku secara tersirat sering menyeretku kepada suasana yang membutuhkan aksi mandiri. Melakukannya sendirian tanpa terlalu banyak menyusahkan yang lain, apalagi mengeluh. Saat migrasi, mereka membiarkan sayap lemahku terus berusaha mengepak sendirian, mencari makan dan berteduh kala hujan membasahi dedaunan yang meranggas bertebaran, kemudian mengkhawatirkanku. Ya, karena aku cuma si pipit yang selalu diharapkan menjadi rajawali.

Dan kesendirian itu, kadang juga, menjemukan.

Aku pernah berfikir bahwa hutan selebat ini akan menelanjangi nyaliku, senyampang pipit hanya selalu berkodrat menjadi konsumen pertama dalam urutan rantai makanan. Tak sekedar itu, bahkan pipit sangat layak jika terperosok ke dalam ranah predasi. Dan aku? Petak umpet menjadi profesi berarti. Dimana semak belukar riuh terbahak-bahak tiap kali paruhku bersandar pada ranting lapuk di sela-sela daun cemara.

Mungkin, pipit tak akan seberuntung merak yang parasnya menakjubkan, menebarkan keelokan di antara mekar hijau bulunya.
Mungkin, pipit tak akan seberuntung rajawali, gagah dan wibawa saat sayap kokohnya melambai. Mencengkram cita dengan kaki ganasnya.
Mungkin, pipit tak akan seberuntung kakak tua yang tajam ingatannya menunjukkan betapa cerdas jiwanya mengira dan meniru.
Mungkin, pipit tak akan seberuntung si burung hantu. Mata belati yang siap menerawang segala lebih jauh, mendengarkan bisik suara kehidupan dengan pendengaran yang tanpa keliru.

Namun, pipit bebas memilih, seperti merak, rajawali, kakak tua atau burungh hantu. Karena aku masih punya kaki, mata, paruh, pendengaran, insting dan sayap untuk tetap melangkah ke depan. Semestinya pipit bersyukur, tak terjebak dalam sangkar, tak sulit mendapatkan makan dan mendetakkan jantung sendiri atas izin Sang Kuasa.

Dan pipit tetaplah pipit, sederhana dan selalu berusaha terbang makin tinggi, berharap suatu saat, aku menemukanmu dalam keadaan yang terbaik menurut Allah.

01092012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar