Lantas, teruskah mata
terjaga demi menunggu
pelangi yang tersenyum
nila pada sang malam?
Indah, seindah
gravitasi izinkan kesetiaan
mengalir bersama
bulir-bulir penantian
Meski saja, senandung
hati menyibak tabir fatamorgana
menjadi celah di antara
deretan batuan
dan membelai mataku
penuh harapan
"Jagalah apa yang
sekiranya harus kau jaga
karena sesal akan tiba
seketika
saat apa yang tak kau
jaga benar-benar sirna."
"Bukankah
penantian adalah ujian kesetiaan?"
Diam, lisan tanpa
jawaban
“Jika hati tlah
mengerti
tak usahlah memaksa
lisan tuk sekedar
memberi arti dengan
kata.”
Dan
biarkan
Rinduku membumbung tinggi terbawa bayu, berutuhan terlibas hujan
Rinduku membumbung tinggi terbawa bayu, berutuhan terlibas hujan
mengalir
mencemari tiap hilir anak-anak sungai,
lalu
kau punguti serpih-serpih ini mengendap
pada
delta-delta kesempatan
lantas
terbangkanlah
karena
pada saatnya rinduku bermetamorfosa
dengan
sayap-sayap yang kan terus merentang
menabur
benih yang tumbuh menghujam dada
Seringkali sepi
membumbui kalbu
dengan garam dengan
cuka, dengan asam dengan gula
Namun hanya diam yang
bisa, memberi rasa dalam kerinduan
Seperti inilah
jadinya
Saat remaja mengenalkanku
pada rasa, tak bersyarat,
Kau tumbuhkan
melati yang semerbaknya hendak menidurkanku
dan ketika kau mulai
permainan ini
tanpa berfikir
kapan bait-bait rindu yang kau hembuskan
di setiap sorot
kekuatanmu akan berakhir?