Indonesia
sebagai negara dengan populasi penduduk yang sangat besar. Lapangan pekerjaan
dianggap sebagai hal vital yang harus tercukupi untuk pemerataan kemakmuran di
negeri ini. Berbagi jalan telah ditempuh oleh bangsa ini, pembukaan lapangan
kerja besar-besaran dinilai masih kurang bisa menampung pengangguran yang
membludak. Oleh karena itu, pemerintah mempunyai salah satu alternatif untuk
menanggulangi permasalahan tersebut, yaitu dengan mengirim tenaga kerja
Indonesia yang kebanyakan merupakan warna negara usia produktif ke
negara-negara perpendapatan kapita cukup besar. Namun pengiriman TKI ke luar
negeri menjadi permasalahan baru ketika warga negara Indonesia yang notabene
adalah pekerja (buruh) banyak yang diperlakukan semena-mena oleh majikannya.
Salah satu kasus pelanggaran HAM yang dialami WNI adalah kasus Sumiati, tenaga
kerja wanita asal Indonesia yang disiksa oleh majikannya hingga tubuhnya cacat.
Seberapa besar kekuatan hukum bisa melindungi semua warga negara?
Kasus
Sumiati bukanlah yang pertama. Penyiksaan TKI di Arab Saudi sudah seringkali
terjadi dan sudah banyak memakan korban jiwa. Opini pubik terutama pendapat
para ahli hukum di Indonesia pun semakin bergejolak dan menambah kesan dramatis
bagi berbagai kasus TKI yang tak kunjung
menemui akar penyelesaiannya. Perbedaan
mendasar antara hukum Indonesia dan hukum yang berlaku di Arab Saudi menjadi
permasalahan yang acap kali membuat peleraian kasus hukum menjadi kurang greget dan memicu banyak pertentangan
pendapat.
Kasus
di atas sungguh tragis dan melanggar hukum yang telah ditetapkan dalam konvensi
PBB tentang pekerja (buruh) migran. Menurut Prof. J.C. Van Apeldoorn, dalam
hukum internasioanl, pelanggaran hukum terhadap buruh termasuk ke dalam hukum
damai yang memuat peraturan mengenai sejumlah kepentingan bersama suatu negara.
Pelanggaran
hukum yang dialami Sumiati, TKI asal Indonesia tersebut masuk ke dalam ranah
hukum pidana. Untuk itu, pemerintah Arab Saudi seharusnya lebih peka dalam menindaklanjuti
permasalahan tersebut. Setiap negara, termasuk Arab Saudi pastilah juga
menganut asas-asas hukum internasional, dalam hal ini adalah asas teritorial.
Negara Arab melaksanakan berlakunya hukum dan peraturan-peraturannya bagi semua
orang dan barang yang ada di wilayahnya. Jadi walaupun Sumiati adalah buruh
berkewarganegaraan Indonesia, namun perlindungan hukum utamanya tentang
kemanusiaan terhadap Sumiati haruslah dipatuhi dan diadili berdasarkan hukum
yang berlaku. Mengingat pelanggaran hukum yang terjadi merupakan pelanggaran
kemanusiaan yang berat dan berdampak luas kondisi psikis tenaga kerja dari
Indonesia yang lain di Arab Saudi.
Sumiati merupakan subjek hukum
internasional, ia mempunyai hak yang harus diperjuangkan, termasuk hak untuk
menjalani kehidupannya dengan merdeka, tanpa paksaan serta penyiksaan. Hal ini
telah diatur dalam perundang-undangan Indonesia bagi para buruh, yaitu:
1.
PASAL 10
Tidak seorangpun buruh migran dan anggota keluarganya
dapat
dijadikan sasaran penyiksaan atau perlakuan atau penghukuman yang
kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat
2.
PASAL 17 ayat 1
Buruh migran dan anggota keluarganya yang dirampas kebebasannya
wajib diperlakukan secara manusiawi, dan dengan menghormati
martabat yang melekat pada diri manusia dan pada identitas budaya mereka.
3.
PASAL 64 ayat 1 dan 2
1. Tanpa mengurangi ketentuan Pasal 79 Konvensi ini, Negara-negara
peserta yang bersangkutan harus berkonsultasi dan bekerjasama
dengan pemikiran untuk meningkatkan kondisi yang baik, setara dan
manusiawi dalam kaitannya dengan migrasi internasional dari buruh
dan anggota-anggota keluarganya.
2. Dalam hal ini harus perhatian yang sungguh-sungguh bukan hanya
diberikan pada kebutuhan dan sumber-sumber buruh, akan tetapi juga
pada kebutuhan sosial, ekonomi, budaya dan kebutuhan-kebutuhan
lain dari buruh migran dan anggota keluarganya yang terkait, dan juga
akibat-akibat migrasi semacam itu pada masyarakat yang bersangkutan.
Berdasarkan peraturan perundang-undangan tersebu,
pemerintah Indonesia harus lebih tegas dalam menindaklanjuti pelanggaran hak
asasi manusia (HAM) terhadap warga negara Indonesia (WNI) di luar negeri. Hal
itu dimaksudkan agar pelanggaran HAM dapat diminimalisasi atau dicegah dengan
semaksimal mungkin.
Hukum internasional dipandang sangat penting untuk
diterapkan dengan adil, mengingat adanya hubungan internasional yang akan
selalu terjalin untuk memenuhi kebutuhan di era globalisasi ini. TKI sebagai
salah satu pensuplai devisa terbesar bagi negara kita. Banyak ahli bahasa yang
menganalogikan TKI dengan kata pahlawan devisa. Tidak berlebihan memang, karena
begitulah faktanya. Untuk itu, negara haruslah melindungi setiap warganya,
termasuk juga WNI yang berada di luar negeri. Agar kemakmuran hidup bangsa ini
dapat merata dan kemanusiaan dapat diperjuangkan. Mengingat bahwa Indonesia
mempunyai salah satu pilar kebangsaan, yaitu pancasila, tepatnya sila ke-2,
kemanusiaan yang adil dan beradap.
Ponorogo, 5 Mei 2013