Kutemui
lagi tanah suralaya
rahimnya
lahirkan jiwa-jiwa ksatria
yang
benaknya simpulkan satu konsepsi: Kejayaan Wengker*
Babad Ponorogo 518
tahun berlalu
Masih ingat pekat
alunan laras pelog dan slendro, bersenyawa
dengan tiap raga yang
memendam rimba rindu dalam degup jantungnya
Aku
terpikat oleh catatan lampau
tentang
jejak-jejak Katong yang diikuti para pewaris merah darah**
Aku
mencoba menerka mustika
penyelaras
sistem tata kehidupan penghuni ranah sejarah
Ponorogo,
ingatkah kau padaku?
Ponorogo
kembali menyibak kanopi hari
Mentari
iringi pesawah tuk menyemai benih kemakmuran
di
hamparan hijau padi-padian dan palawija
bersama
hembus nafas angin mengirimkan getar isyarat
tentang
basmallah tuk membuka pintu pagi
dokar
berlari mengantar mata demi mata
tuk
bersiap jaga pada garda nomor satu
karena
setiap noktah palagan harus diperjuangkan para pejuang
semua
hari adalah misteri, mesti dikalahkan
dengan
derap kesetiaan pasukan kuda yang tajamkan makna kesungguhan
dengan
elok laku merak yang ronanya haluskan segala prasangka
dengan
lecutan pecut samandiman yang berpijar dalam getar hati
dengan
pekatnya ajaran sesepuh yang menjati diri
Masih
lekat kuat semerbak aroma Grebeg Suro setahun lalu***
Riuh
tepuk tangan menyerbu sudut-sudut jalan
gores
tapak langkah kirab pusaka
mengantar
merak mengepakkan malam
mengetuk
pintu purnama pada gagah pria warok
yang
alirkan merah darah
dari
hulu sukma ke muara raga
temani
doa kaki lima mencari secercah pelita
tuk
naungi sanak saudara
Ada
gempita
Kala
agung lapak pentas
bius
indera mata dengan senandung pengrawit
yang
bersetubuh dengan cantik koreografi
Festival
Reog Nasional
Kearifan
khas
Aloon-aloon
gaungkan pesona
membentuk
kumparan karsa ribuan manusia
atas
karya pada bait-bait senyum, yang terukir pada prasasti kenangan
tentang
semerbak kembang api yang melangit
hiasi
penghabisan purnama
sambut
awal Muharam
Ponorogo,
betapa hati membesar penuhi sesak dada
Aku
selalu memungut tebar cinta
yang
kau biaskan dalam warna budaya
satu
dari ribuan beda, bianglala nusantara
Ponorogo lagi-lagi aku
harus pergi
tinggalkan untaian
senyum yang cahyanya kaupancarkan
bersama gemah ripah loh
jinawi
Namun sajak-sajakmu kan
jadi parafrase dalam jiwaku
menyatu
dalam melodi denyut nadi
dan
senantiasa terjabar dalam kata
Aku
bangga!
Lekaslah
hebat tanah kelahiran
Lekaslah
jaya, bumi Wengker
akan kuarungi pahitnya
negeri seberang
jauh, di sana
jagalah
bapak ibuku
lalu
kawan kerabatku
juga penerus
jejak-jejak Katong
dekat, di sini
Harum aroma tanahmu,
tanah suralaya
jadi wewangian yang
akan kuhirup
sepanjang jalan suratan
hayatku
sepanjang jejak-jejak
Katong
Ponorogo, 12 Mei 2013
*) Wengker : Kerajaan
di Ponorogo zaman dahulu
**) Katong : Berasal
dari nama Bathara Katong, pendiri pendiri Kabupaten Ponorogo
dan juga merupakan Adipati pertama Ponorogo
***) Grebeg Suro :
acara tradisi kultural masyarakat Ponorogo dalam wujud pesta rakyat untuk
menyambut kedatangan bulan Muharam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar