Translate

Kamis, 13 Juni 2013

Melukis Mimpi dengan Mata


Untuk merak yang selalu mengepak

Saat imaji menggiring jiwa pada lembayung di ujung jingga
Peluh membasuh jiwa nan meronta pada lara
Sesak, kemelut serpih-serpih kemunafikan
yang masih berpendar bak anai-anai bubus
Tatkala dunia mewarna mata
dengan desir angin menyeret fatamorgana
dan lembut embun betina mebelai tatapan mata merak

Perjalanan menyeret pincang si asa menyibak masa
Entah kapan tiba angan berpijar wibawa sinar kejora menyapa
di antara histeris yang terpendam dalam sayup-sayup redup purnama
Dan saat terbil kembali mimpi-mimpi terurai bagai bait demi bait harmoni
yang bersandar pada ranting nan lapuk terseret erosi
Aku ingin mentari bersorak menghujani merak yang sayapnya mulai mengepak
mengantarkan biduk ini menggapai sang pelangi
dalam lirih belai nafas, dalam hening aroma kelas
jalan Budi Utomo nomor satu, di ujung Oktober
“Kau pernah melukiskan bekas berkas cerita pada kanvas nila
yang selalu tersenyum untuk mata dan canda,
 bahwa tiap nyawa adalah ilmu yang bermata.
Semuanya, keindahan cita mencinta serupa merak yang merindu
pada kemuning padi gemah ripah loh jinawi
Seelok itukah mimpi membelai mata, mengerlingkan kenangan
atas debu langkah yang tersapu hembus bius nafas sarat warna?

Hidup tak cukup dituangkan dalam semangkuk dhawet Jabung
Hidup tak pula cukup dijabarkan oleh mata, oleh cinta, oleh cita
Karena hidup sejatinya adalah pelangi
Yang bisa melukiskannya
Hanyalah merak dengan mata yang terus mengepakkan sayap-sayap mimpi
           

Ponorogo, 5 Februari 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar