Aku kembali
temui sesak nafas membatasi binal sang imaji
Kau tau?
Apa lagi jadinya
bila merah membohongi putih dan putih merupa hitam
'sesak nafas'
Sepertinya jemari mimpiku hanya kaku teranyam
bersama mata jiwa yang mematung tanpa kedipan
Seucap makna, angin malam isyaratkan dalamnya kerinduan
pada pena dan kata . . .
Oktober membawa titik air mata hujan menghujani sawah ladang hatiku
disaat kurasakan kerontang, ya hanya kerontang tanpa hujah, benarkah?
Biarkan hatiku kembali bernafas
dan sesak lagi-lagi kembali mengancam
menerkam . . .
Kalau aku memang tak berjodoh dengan sastra
tak lagi mencumbu wangi aroma hasrat dalam peluknya,
atau sekedar memandang gagah lekuk tubuhnya
atau biarkan bayangnya kian menjauh terbunuh siluet
dan tinggallah aku, membelai jiwa nan layu tanpa ada hati yang sanggup bernafas . . .
Kali ini kuleburkan tiap senandung asma Tuhan dalam sajak-sajak hati
lalu kucari lagi noktah nadi yang terselip padanya
Tidak
hati tak sanggup berpaling menyelingkuhi
namun mengapa
keraguan selalu menghakimi?
padahal pena dan kata tak pernah bernafsu memutus nafas dalam hatiku
23-10-13
FNP
Tidak ada komentar:
Posting Komentar