Translate

Sabtu, 26 Juli 2014

Diam

Hanya puisi yang menemani, ketika hening merambah naluri- 

Diam 
Hanya diam yang bisa . . . 


Gemuruh, kiranya seperti akar nan bercabang tudungnya, kemudian berpendar menyerupa lampu led berdominasi warna keruh 

Jikalau awan-awan saling memukul, barangkali benturannya mengundang gemuruh tuk melerai, atau bahkan marah teriaknya, menakut-runtut paksanya awan berdamai 


Sedang imaji merobek logika, membiarkan mata berdioptri empat terguyur kabut ilusi yang berputar bak bianglala, kemudian, perlahan stagnasi 

Namun, akankah biru terus mendesak angan-angan membumbung ke langit diantar para merpati? 

Biru akan jadi kelabu jika angan tetap berkelahi dengan hati, bermimpi kalau-kalau pelangi bisa disimpan di almari, yang sesekali menghibur tetes-tetes peluh lamunan 


Lantas, teruskah mata terjaga demi menunggu pelangi yang tersenyum pada sang malam? 

Indah, seindah gravitasi mengizinkan kesetiaan mengalir bersama bulir-bulir penantian 

Meski saja, senandung hati menyibak tabir fatamorgana, menjadi celah di antara barisan batuan, dan membelai mataku penuh harap, "Jagalah apa yang sekiranya harus kau jaga, karena sesal akan tiba seketika, saat apa yang tak kau jaga benar-benar sirna." 


"Bukankah penantian adalah ujian kesetiaan?" 
Diam, lisan tanpa jawaban 

Jika hati tlah mengerti, tak usahlah memaksa lisan tuk sekedar memberi arti dengan kata, "Iya" atau "Ya" 


Seringkali sepi membumbui kalbu dengan garam dengan cuka, dengan asam dengan gula

Namun hanya diam yang bisa . . . 
memberi rasa dalam kerinduan 


Allah adalah penafsir yang paling benar 
26-12-12




Tidak ada komentar:

Posting Komentar